Menurut Engel,
Blackwell dan Miniard (1990), perilaku konsumen diartikan “…. Those actions
directly involved in obtaining, consuming, and disposing of products and
services, including the decision processes that precede and follow this action”
(p.3).
Perilaku konsumen
merupakan tindakan–tindakan yang terlibat secara langsung dalam memperoleh,
mengkonsumsi, dan membuang suatu produk atau jasa, termasuk proses keputusan
yang mendahului dan mengikuti tindakan – tindakan tersebut.
Menurut Mowen (1995), “
Consumer behavior is defined as the study of the buying units and the exchange
processes involved in acquiring, consume, disposing of goods, services,
experiences, and ideas” (p.5).
Perilaku konsumen
adalah aktivitas seseorang saat mendapatkan, mengkonsumsi, dan membuang barang
atau jasa (Blackwell, Miniard, & Engel, 2001). Sedangkan The American
Marketing Association mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi
dinamis dari pengaruh dan kesadaran, perilaku, dan lingkungan dimana manusia
melakukan pertukaran aspek hidupnya. Dalam kata lain perilaku konsumen
mengikutkan pikiran dan perasaanyang dialami manusia dan aksi yang dilakukan
saat proses konsumsi (Peter & Olson, 2005). Perilaku konsumen
menitikberatkan pada aktivitas yang berhubungan dengan konsumsi dari individu.
Perilaku konsumen berhubungan dengan alasan dan tekanan yang mempengaruhi
pemilihan, pembelian, penggunaan, dan pembuangan barang dan jasa yang bertujuan
untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pribadi (Hanna & Wozniak, 2001).
Katona (dalam Munandar,
2001) memandang perilaku konsumen sebagai cabang ilmu dari perilaku ekonomika
(behavioral economics). Selain itu, menurut Dieben (2004) perilaku konsumen
adalah “the decision process and physical activity individuals engange in when
evaluating, acquiring, using or disposing of goods and services” mencakup
perolehan, penggunaan disposisi produk, jasa, waktu, dan gagasan. Dalam
perilaku konsumen terdapat consumer dan customer.
Menurut Engel (dalam
Mangkunegara, 2002) mengemukakan bahwa perilaku konsumen dapat didefinisikan
sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha
memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses
pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan
tersebut. Loudon dan Bitta (1984) mendefinisikan perilaku konsumen yaitu
sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang
dilibatkan dalam mengevaluasi, memperoleh, mempergunakan barang-barang dan
jasa. Menurut Peter dan Oslo (dalam Rangkuti, 2002) menyatakan bahwa perilaku
konsumen merupakan interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan
kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup
mereka.
Gerald Zaltman dan
Melanie Wallendorf menjelaskan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan
proses dan hubungan sosial yang dilakukan oleh individu, kelompok dan
oraganisasi dalam mendapatkan, menggunakan sesuatu produk sebagai suatu akibat
dari pengalamannya dengan produk, pelayanan dan sumber-sumber lainnya.
Berdasarkan beberapa
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang
berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan
barang-barang atau jasa ekonomi yang selalu berubah dan bergerak sepanjang
waktu. Selain itu merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang me
Adalah tingkah laku
dari konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli,
menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka. Focus
dari perilaku konsumen adalah bagaimana individu membuat keputusan untuk
menggunakan sumber daya mereka yang telah tersedia untuk mengkonsumsi suatu
barang.
Dua wujud konsumen
1. Personal Consumer:
konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk penggunaannya
sendiri.
2. Organizational
Consumer: konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan dan menjalankan organisasi tersebut.
Production concept
Konsumen pada umumnya
lebih tertarik dengan produk-produk yang harganya lebih murah. Mutlak diketahui
bahwa objek marketing tersebut murah, produksi yang efisien dan distribusi yang
intensif.
Product concept
Konsumen akan
menggunakan atau membeli produk yang ditawarkan tersebut memiliki kualitas yang
tinggi, performa yang terbaik dan memiliki fitur-fitur yang lengkap.
Selling concept
Marketer memiliki
tujuan utama yaitu menjual produk yang diputuskan secara sepihak untuk
diproduksi.
Marketing concept
Perusahaan mengetahui
keinginan konsumen melalui riset yang telah dilakukan sebelumnya, kemudian
memproduksi produk yang diinginkan konsumen. Konsep ini disebut marketing
concept.
Market segmentation
Membagi kelompok pasar
yang heterogen ke kelompok pasar yang homogen.
Market targeting
Memlih satu atau lebih
segmen yang mengidentifikasikan perusahaan untuk menentukan.
Positioning
Mengembangkan pemikiran
yang berbeda untuk barang dan jasa yang ada dalampikiran konsumen.
Menyediakan nilai
pelanggan didefinisikan sebagai rasio antara keuntungan yang dirasakan
sumber-sumber (ekonomi, fungsional dan psikologi) digunakan untuk menghasilkan
keuntungan-keuntungan tersebut. Keuntungan yang telah dirasakan berupa relative
dan subjektif.
Kepuasan pelanggan
adalah persepsi individu dari performa produk atau jasa dalam hubungannya
dengan harapan-harapan.
Mempertahankan konsumen
adalah bagaimana mempertahankan supaya konsumen tetap loyal dengan satu
perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain, hamper dalam semua situasi
bisnis, lebih mahal untuk mencari pelanggan baru dibandingkan mempertahankan
yang sudah ada.
Etika pasar dan
tanggung jawab social
Konsep pemasaran social
mewajibkan semua pemasar wapada terhadap prinsip tanggung jawab social dalam
memasarkan barang atau jasa mereka, oleh sebab itu pemasar harus mampu
memuaskan kebutuhan dan keinginan dari targt pasar mereka. Praktek etika dan
tangung jawab social dalah bisnis yang bagus, tidak hanya meningkatkan
penjualan tetapi menghasilkan kesan yang baik.
Pendekatan Perilaku Konsumen
a. Pendekatan marginal utility (kardinal),
kepuasan konsumen dari mengkonsumsi barang dapat dinyatakan secara kuantitatif,
sehingga konsumen berusaha memaksimumkan kepuasannya.
b. Pendekatan indifference curve (ordinal),
kepuasan konsumen dari mengkonsumsi barang tidak dapat dinyatakan secara
kuantitatif, sehingga perilaku konsumen dalam memilih barang yang akan memaksimumkan
kepuasan ditunjukkan dalam kurva kepuasan sama.
PENDEKATAN MARGINAL
UTILITY (KARDINAL)
Dalam
pendekatan ini, konsumen dianggap mengonsumsi kombinasi barang untuk
mendapatkan kepuasan yang maksimal dan tambahan kepuasan yang diperoleh dari tambahan
konsumsi suatu barang secara terus menerus akan semakin berkurang.
Asumsi dasar:
- Kepuasan konsumsi dapat diukur dengan satuan ukur.
- Semakin banyak barang dikonsumsi maka semakin besar kepuasan.
- Terjadi hukum The law of deminishing Marginal Utility pada tambahan kepuasan setiap satu satuan. Setiap tambahan kepuasan yang diperoleh dari setiap unit tambahan konsumsi semakin kecil. (Mula-mula kepuasan akan naik sampai dengan titik tertentu atau saturation point tambahan kepuasan akan semakin turun). Hukum ini menyebabkan terjadinya Downward sloping MU curva. Tingkat kepuasan yang semakin menurun ini dikenal dengan hukum Gossen.
- Tambahan kepuasan untuk tambahan konsumsi 1 unit barang bisa dihargai dengan uang, sehingga makin besar kepuasan makin mahal harganya. Jika konsumen memperoleh tingkat kepuasan yang besar maka dia akan mau membayar mahal, sebaliknya jika kepuasan yang dirasakan konsumen redah maka dia hanya akan mau membayar dengan harga murah. Pendekatan kardinal biasa disebut sebagai Daya guna marginal2.
Didalam teori ekonomi
kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan
barang atau jasa dinamakan nilai guna atau
utility. Jika kepuasan itu semakin tinggi maka makin tinggilah nilai
gunanya atau utilitinya.
Nilai guna dibedakan
diantara dua pengertian: nilai guna total dan nilai guna marjinal. Nilai
guna total dapat diartikan sebagai jumlah kepuasan yang diperoleh dari
mengkonsumsikan sejumlah barang tertentu. Sedangkan nilai guna marjinal berarti
pertambahan (atau pengurangan) kepuasan sebagai akibat dan pertambahan (atau
pengurangan) penggunaan satu unit barang tertentu.
Contoh Konsumsi Es Krim
Jumlah
Es Krim
|
Nilai
Guna Total
|
Nilai
Guna Marginal
|
0
|
0
|
|
1
|
50
|
50
|
2
|
90
|
40
|
3
|
100
|
10
|
4
|
100
|
0
|
5
|
50
|
-50
|
Maksimisasi
Nilai Guna
Setiap
orang berusaha untuk memaksimalkan kepuasan dari konsumsi barang. Untuk
konsumsi satu jenis barang, maka kepuasan maksimum dapat dicapai pada saat
nilai guna total (TU) mencapai maksimum.
Jika konsumen
mengkonsumsi lebih dari satu barang, maka penentuan kepuasan maksimum dapat
dicapai:
· Jika
ada 2 barang dan harganya sama, maka kepuasan maksimum MUx=MUy
· Jika
ada 2 barang dengan harga yang berbeda, maka tambahan kepuasan (MU) yang lebih
besar diperoleh dari barang dengan harga yang lebih rendah dengan MUx=MUy
Dengan harga barang yang berbeda, maka syarat untuk memperoleh nilai guna
maksimum (TU) adalah setiap rupiah yang dikeluarkan untuk 1 unit tambahan
berbagai jenis barang akan memberikan MU yang sam atau =
Contoh.
Px = Rp
5.000/unit,dengan nilai guna marginal (MUx) = 5, Py = Rp 50.000/unit dengan
nilai guna marginal (MUy)= 50, dan anggaran Rp 50.000
· Jika
dibelikan barang x, maka diperoleh 10 unit dengan MUx=50
· Jika
dibelikan barang y, maka diperoleh 1 unit dengan MUy=50
= è =
Faktor yang dapat
merubah permintaan suatu barang:
1. Faktor
substitusi/penggantian (substitution effect)
Jika
P naik, maka MU per rupiah menjadi turun dan sebaliknya dan barang lain tidak
berubah, maka konsumen akan menambah konsumsi barang dengan P tetap dan
mengurangi barang dengan P naik. Dengan demikian demand barang dengan P naik
menjadi turun dan meningkatkan demand barang dengan P tetap.
2. Faktor
pendapatan (Income effect)
Dengan
pendapatan tetap dan P naik (turun), maka daya beli pendapatan menurun
(meningkat), sehingga konsumen mengurangi (menambah) konsumsi barang dengan P
naik (turun).
2. SURPLUS KONSUMEN
Teori
nilai guna dapat pula menerangkan tentang wujudnya kelebihan kepuasan yang
dinikmati oleh para konsumen. Kelebihan kepuasan ini, dalam analisis ekonomi
dikenal sebagai surplus konsumen. Surplus konsumen pada hakikatnya
berarti berarti perbedaan
diantara kepuasan yang diperoleh seseorang didalam mengkonsumsikan sejumlah
barang dengan pembayaran yang harus dibuat untuk memperoleh barang tersebut.
Kepuasan yang diperoleh selalu lebih besar daripada pembayaran yang dibuat.
Contoh:
Seorang konsumen pergi ke pasar membeli mangga dan bertekad membeli satu buah
yang cukup besar apabila harganya Rp.1500. Sesampainya dipasar ia mendapati
bahwa mangga yang diinginkannya hanya berharga Rp.1000. jadi, ia dapat
memperoleh mangga yang diinginkannya dengan harga Rp.500 lebih murah daripada
harga yang bersedia dibayarkannya. Nilai Rp.500 ini dinamakan Surplus Konsumen.
PENDEKATAN INDIFFERENCE
CURVE
Kelemahan pendekatan
kardinal terletak pada anggapan yang digunakan bahwa kepuasan konsumen dari
mengkonsumsi barang dapat diukur dengan satuan kepuasan. Pada kenyataannya
pengukuran semacam ini sulit dilakukan. Pendekatan ordinal mengukur kepuasan
konsumen dengan angka ordinal (relatif). Tingkat kepuasan konsumen dengan
menggunakan kurva indiferens (kurva yg menunjukkan tingkat kombinasi jumlah
barang yang dikonsumsi yang menghasilkan tingkat kepuasan yang sama).
Ciri-ciri kurva
indiferens:
1. Kurva berbentuk
turun dari kiri ke kanan bawah. Artinya kurva indifferen mempunyai kemiringan
yang negatif (konsumen akan mengurangi konsumsi barang yg satu apabila ia
menambah jumlah barang lain yang di konsumsi).
2. Cembung ke arah
titik origin, menunjukkan adanya perbedaan proporsi jumlah yang harus ia
korbankan untuk mengubah kombinasi jumlah masing-masing barang yang dikonsumsi
(marginal rate of substitution).
3. Tidak saling
berpotongan, tidak mungkin diperoleh kepuasan yang sama pada suatu kurva
indiferens yang berbeda.
Asumsi dasar:
1. Rasionalitas,
artinya konsumen diasumsikan rasional dan berusaha memaksimalkan kepuasan.
2. Selera
konsumen tercermin dalam kurva indiferen yang terdirindari banyak kurva
indiferen yang tidak saling satu sama lain.
3. Kurva
indiferen yang letaknya lebih jauh dari titik origin menggambarkan kepuasan
konsumen yang lebih tinggi.
Preferensi Konsumen
Terhadap Kombinasi Dua Barang
Alternatif Kombinasi
|
Makanan (x)
|
Pakaian (y)
|
A
|
20
|
80
|
B
|
30
|
60
|
C
|
50
|
40
|
D
|
70
|
30
|
Dari tabel dan peraga
di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kurva indiferen merupakan kurva yang
menggambarkan preferensi konsumen terhadap kombinasi barang yang dikonsumsinya
dimana tingkat utilitas atau kepuasannya sama. Angka utilitas yang diberikan terhadap
suatu kurva indiferen merupakan angka numerik yang menunjukkan kepuasan yang
diperoleh konsumen dari kombinasi yang ia pilih. Hal inilah yang dimaksud
dengan pendekatan ordinal, yaitu pemeringkatan kombinasi yang dipilih dengan
angka numerik.
Garis Anggaran
Konsumen (Budget Constraint)
Dalam memaksimalkan
kepuasannya, konsumen dihadapkan kepada Budget Constraint(kendala
anggaran) yang dimiliki oleh konsumen. Konsumen diasumsikan selalu
memaksimalkan kepuasannya dengan kata lain konsumen ingin berada di kurva
indiferen yang paling jauh dari titik origin. Namun, untuk mencapai kurva
indiferen ini, konsumen tidak bisa bebas karena dibatasi oleh kendala anggaran
yang tersedia. Selain itu, harga barang juga turut mempengaruhi konsumen
sehingga konsumen tidak bebas untuk mencapai tingkat kepuasan yang maksimal.
Dengan demikian, Budget Constraint adalah kendala anggaran
yang dimiliki oleh konsumen dalam memaksimalkan kepuasannya.
Ciri Penting Budget
Constraint:
1. Pendapatan
dan harga barang dapat dilihat dari budget constraint
2. Letak
budget constraint ditentukan oleh tingginya pendapatan dan harga barang
Misalkan seorang
konsumen menyediakan uang sebanyak Rp 90.000,- untuk membeli makanan dan
pakaian. Harga makanan adalah Rp 6000,- setiap unit dan harga pakaian adalah Rp
9000,- setiap unit. Berdasarkan kepada pemisalan ini, di dalam tabel
ditunjukkan beberapa gabungan makanan dan pakaian yang dapat dibeli oleh uang
(sebanyak Rp 90.000,-) yang dimiliki konsumen tersebut
Contoh:
Gabungan makanan dan pakaian yang dapat dibeli konsumen
Gabungan makanan dan pakaian yang dapat dibeli konsumen
Gabungan
|
Makanan
|
Pakaian
|
A
|
15
|
0
|
B
|
12
|
2
|
C
|
9
|
4
|
D
|
6
|
6
|
E
|
3
|
8
|
F
|
0
|
10
|
Berdasarkan data dalam
tabel, ditunjukkan garis anggaran pengeluaran. Seperti telah didefinisikan
sebelumnya, setiap titik pada garis tersebut merupakan gabungan makanan dan
pakain yang dapat dibeli oleh dana yang akan dibelanjakan oleh konsumen(Rp
90.000,-). Titik A sampai F menggambarkan gabungan barang seperti yang di tunjukkan
dalam tabel, yaitu jumlah barang yang dapt dibeli oleh konsumen.
SUMBER:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar